Menurut Ausubel (1968), konsep-konsep diperoleh dengan dua cara, yaitu formasi konsep dan asimilasi konsep. setelah masuk sekolah anak diharapkan belajar banyak konsep melalui proses asimilasi konsep, asimilasi konsep bersifat deduktif. dalam proses ini anak-anak diberikan nama-nama konsep dan atribut-atribut dari konsep itu, berarti mereka akan belajar arti konseptual baru yang kemudian mereka akan menghubungkan atribut-atribut ini dengan gagasan relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif mereka.
Konstruktivis kritis (Ausubel) berpandangan bahwa faktor yang paling penting dalam mempengaruhi proses belajar adalah apa yang diketahui seseorang yang belajar. Ausubel lebih menekankan pada proses belajar bermakna yang berarti bahwa konsep atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada di dalam struktur kognitif. Perlu dilakukan suatu usaha agar objek belajar (siswa) mampu mengikuti penjelasan dari gurunya untuk suatu konsep yang baru didasarkan pemahaman yang siswa miliki. dalam proses belajar mengajar, guru bersikap sebagai mediator untuk menjembatani antara pengetahuan yang sudah dimiliki siswa dengan pengetahuan yang hendak diperoleh siswa.
Menurut Ausubel, Novak, dan Hanesian (1978), ada dua jenis belajar: (1) belajar bermakna dan (2) belajar menghafal. Teori Ausubel lebih memperhatikan bagaimana individu belajar sejumlah materi secara bermakna dari sajian verbal/teks di sekolah (berbeda dengan teori-teori yang dikembangkan dalam konteks percobaan-percobaan yang dilaksanakan di laboratorium). Menurut Ausubel, belajar dapat dikategorikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara bagaimana informasi/materi pembelajaran tersebut disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif (fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajarai dan diingat siswa) yang telah ada. kedua dimensi tersebut, yaitu penerimaan/penemuan dan hafalan/bermakna, tidak menunjukan dikotomi sederhana melainkan merupakan suatu continum. inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Menurut Ausubel, belajar bermakna akan terjadi bila si pembelajar dapat mengaitkan informasi yang baru diperolehnya dengan konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif si pembelajar tersebut. akan tetapi, bila si pembelajar hanya mencoba menghafalkan informasi baru tadi tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, kondisi ini dikatakan sebagai belajar hafalan.
Seperti
kita tahu bahwa informasi disimpan di daerah-daerah tertentu dalam otak. Dengan
berlangsungnya belajar akan dihasilkan perubahan-perubahan dalam sel-sel otak
terutama sel-sel yang telah menyimpan informasi yang mirip dengan informasi
yang sedang dipelajari. Dalam belajar bermakna, informasi baru diasimilasikan
pada subsumer-subsumer relevan yang yang telah ada dalam struktur kognitif.
Proses interaktif antara informasi yang baru dipelajari dengan subsumer-subsumer
yang telah ada tersebut dikenal sebagai proses subsumsi. Belajar
bermakna yang baru mengakibatkan pertumbuhan dan modifikasi subsumer-subsumer
yang telah ada tersebut. Informasi yang dipelajari secara bermakna, biasanya
lebih lama diingat daripada informasi yang dipelajari secara hafalan. Tetapi,
ada kalanya unsur-unsur yang telah tersubsumsi tidak dapat dikeluarkan lagi
dari memori (sudah dilupakan), hal ini terjadi karena beberapa bagian subsumer
berintegrasi dengan yang lain sehingga mereka kehilangan identitas individunya.
Dapat juga, karena subsumer tersebut telah kembali pada keadaan sebelum terjadi
subsumsi. Kondisi seperti ini menurut Ausebel disebut subsumsi obliteratif
(subsumsi yang telah rusak).
Teori Ausubel di atas,
nampaknya memiliki kesamaan-kesamaan (commonalities) dengan teori
Gestalt dan keduanya melibatkan suatu skema sebagai suatu prinsip
yang sentral. Juga teori Ausebel ini memiliki kesamaan dengan ”model belajar
spiral yang dikemukakan oleh Bruner. Selanjutnya, walupun Ausebel
menekankan bahwa subsumsi melibatkan reorganisasi dari struktur kognitif yang
ada tapi tidak mengembangkan struktur yang baru seperti yang disarankan para
ahli konstruktivisme. Ausubel kelihatan dipengaruhi juga oleh hasil kerja dari Piaget
untuk perkembangan kognitif. Walaupun Ausebel sangat menekankan agar para
guru diharapkan mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki para siswanya agar
belajar bermakna dapat berlangsung, tetapi Ausebel belum dapat menyediakan alat
untuk mengukur hal tersebut. Baru ahli pendidikan berikutnya, yaitu Novak
(1985) dalam bukunya Learning how to learn mengemukakan bahwa hal
tersebut dapat digali melalui pertolongan yang dikenal dengan peta konsep
atau pemetaan konsep.
Bagaimana
sebenarnya subsumer-subsumer tersebut diperoleh dan dibentuk? Menurut
Ausebel, konsep-konsep dapat diperoleh dalam 2 (dua) cara; yaitu (1) sebelum
anak-anak masuk sekolah yang disebut formasi konsep dan (2) pada saat
selama dan sesudah sekolah yang dikenal dengan asimilasi konsep. Jadi,
waktu anak masuk usia sekolah mereka sudah memperoleh konsep-konsep seperti; meja,
atas, kursi, berlari, dan lain-lain. Konsep-konsep tersebut disimpan dalam
struktur kognitif yang disebut dengan subsumer-subsumer. Selanjutnya, Ausebel
mengatakan bahwa pembentukan konsep tersebut merupakan suatu bentuk belajar
penemuan (discovery learning), paling sedikit dalam bentuk primitif, melibatkan
proses-proses psikologi seperti analisis, diskriminatif, abstraksi,
diferensiasi, pembentukan hipotesis dan pengujian, dan generalisasi. Pembentukan
konsep ini juga ditunjukkan oleh orang-orang dewasa dalam situasi kehidupan
nyata dan dalam laboratorium, tetapi dengan tingkat sofistikasi yang lebih
tinggi.
Faktor dan
prasyarat apa saja yang mempengaruhi belajar penerimaan bermakna itu?
Menurut Ausebel,
faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna ialah struktur
kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu
bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur
kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu
informasi yang baru masuk ke dalam struktur kognitif itu, demikian pula sifat
proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif tersebut stabil, jelas,
dan teratur dengan baik maka arti-arti yang sahih (valid) dan jelas akan
timbul, dan cenderung bertahan. Sebaliknya, jika struktur kognitif tersebut
tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur maka struktur kognitif tersebut
cenderung menghambat belajar dan retensi.
Selanjutnya, menurut Ausebel ada
prasyarat-prasyarat tertentu agar terjadinya belajar bermakna. Pertama,
materi yang dipelajari harus bermakna secara potensial, maksudnya materi
pelajaran tersebut harus memiliki kebermaknaan logis. Materi yang memiliki
kebermaknaan logis merupakan materi yang konsisten dengan apa yang telah
diketahui (disebut materi nonarbitrer) dan materi tersebut dapat
dinyatakan dalam berbagai cara, tanpa mengubah arti (disebut materi
substantif). Selain itu, aspek lain dari materi bermakna potensial ini
adalah dalam struktur kognitif siswa harus ada gagasan-gagasan yang relevan.
Artinya, pembelajaran harus memperhatikan pengalaman siswa, tingkat
perkembangan mereka, intelegensi, dan usia. Bila para siswa tidak memiliki
pengalaman yang diperlukan mereka untuk mengaitkan atau menghubungkan isi
pembelajaran tersebut, maka isi pembelajaran akan dipelajari secara hafalan. Kedua, siswa yang akan
belajar harus mempunyai niat/tujuan dan kesiapan untuk melaksanakan belajar
bermakna. Tujuan belajar siswa merupakan faktor utama dalam belajar bermakna.
Banyak siswa yang mengikuti pembelajaran nampaknya tidak relevan dengan
kebutuhan mereka pada saat itu. Dalam pembelajaran yang demikian, materi
dipelajari secara hafalan. Para siswa kelihatan dapat memberikan jawaban yang
benar tanpa menghubungkan materi itu pada aspek-aspek lain dalam struktur
kognitif mereka. Jadi, agar terjadi belajar bermakna materi pelajaran harus
bermakna secara logis, siswa harus bertujuan untuk memasukkan materi
pembelajaran tersebut ke dalam struktur kognitifnya, dan dalam struktur
kognitif siswa harus terdapat unsur-unsur yang cocok untuk mengaitkan atau
menghubungkan materi yang baru tersebut secara non-arbitrer dan substantif.
Jika salah satu komponen ini tidak ada, maka materi itu kalaupun dipelajari,
akan dipelajari secara hafalan saja (Roser, 1984).
Apa kelebihan dari belajar bermakna
tersebut ?
Menurut Ausebel dan Novak, ada 3 (tiga) kebaikan dari belajar
bermakna, yaitu:
- Informasi yang dipelajari secara bermakna akan lebih lama diingat.
- Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
- Informasi yang dilupakan setelah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi peristiwa “lupa”.
Pembelajaran yang
bagaimana agar berlangsung belajar bermakna tersebut?
Ausebel berpendapat bahwa faktor yang
paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui siswa.
Inilah yang harus diyakini dan pembelajaran terhadap siswa harus didasarkan
kepada hal ini. Selanjutnya, agar terjadi belajar bermakna seperti yang telah
dijelaskan di atas, ada beberapa konsep dan prinsip-prinsip lain yang perlu
diperhatikan. Pertama, mengenai mekanisme pembelajaran yang utama yang
diusulkan Ausebel adalah menggunakan advance organizers (pengatur
awal). Organizers tersebut diperkenalkan pada bagian awal/pendahuluan dari
suatu pembelajaran, dan juga disajikan dengan abstraksi tingkat tinggi, secara
umum, dan paling inklusif (inclusiveness). Selanjutnya, Ausubel
menekankan bahwa advance organizers adalah berbeda dari overviews (ikhtisar)
dan summary (kesimpulan) yang secara sederhana menekankan pada ide-ide
kunci dan disajikan secara umum pada bagian akhir dari materi pembelajaran yang
disampaikan. Organizers bekerja sebagai suatu jembatan atau semacam
pertolongan mental pengsubsumsian antara materi pembelajaran yang baru dengan
ide-ide yang sudah ada. . Dengan kata lain, pengatur awal ini mengarahkan
siswa ke materi yang akan mereka pelajari, dan menolong mereka untuk mengingat
kembali informasi yang berhubungan yang dapat dipergunakan dalam membantu
menanamkan pengetahuan yang baru. Kedua, adalah selama belajar bermakna
berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan elaborasi konsep-konsep yang
tersubsumsi. Menurut Ausubel, pengembangan konsep berlangsung paling baik, bila
unsur-unsur yang paling umum, paling ingklusif dari suatu konsep diperkenalkan
terlebih dahulu, dan kemudian baru diberikan hal-hal yang lebih mendetail dan
lebih khusus dari konsep itu. Jadi, model belajar yang diusulkan oleh Ausubel
adalah dari hal umum ke hal khusus. Oleh karena itu, dalam memberikan
proses pembelajaran kepada siswa kita harus pandai-pandai memilih mana konsep
yang bersifat umum dan superordinat dan mana konsep-konsep yang bersifat lebih
khusus dan subordinat. Proses penyusunan konsep seperti itu dikatakan diferensiasi
progresif.
Ketiga, adalah mengenai
prinsip penyesuaian/rekonsiliasi integratif. Kadang-kadang siswa
dihadapkan kepada suatu kenyataan yang disebut pertentangan/komplik kognitif
(cognitive dissonance/conflict). Menurut Ausebel, dalam pembelejaran bukan
hanya urutan menurut diferensiasi progresif saja yang diperhatikan, melainkan
juga harus diperhatikan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan pada
konsep-konsep superordinat. Kita harus memperlihatkan secara eksplisist
bagaimana arti-arti baru dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti-arti
sebelumnya yang lebih sempit, dan bagaimana konsep-konsep yang tingkatanya
lebih tingi sekarang mengambil arti baru.
Sumber:
Ausubel,
D. (1963). The Psychology of Meaningful Verbal Learning. New York: Grune
& Stratton.
Ausubel,
D. (1978). In defense of advance organizers: A reply to the critics. Review
of Educational Research, 48, 251-257.
Ausubel,
D., Novak, J., & Hanesian, H. (1978). Educational Psychology: A
Cognitive View (2nd Ed.). New York: Holt, Rinehart & Winston.
Suparno, Dr. Paul. filsafat kontruktivisme dalam pendidikan. Pustaka Filsafat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar